POPULAR STORIES

Carbon Fiber Manual & Dry Carbon: Serupa Tapi Tak Sama

Carbon Fiber Manual & Dry Carbon: Serupa Tapi Tak Sama Carbon Fiber (Foto: Kipli)

KabarOto - Tingginya minat konsumen di dunia modifikasi, melambungkan produk carbon fiber untuk diaplikasikan di kendaraan mereka. Dari keperluan kontes hingga urusan arena balap, carbon fiber menjadi alternatif favorit untuk mendongkrak estetika sekaligus membantu meringankan bobot kendaraan.

Serupa tapi tak sama, tahukah kalau proses produksi carbon fiber sendiri terbagi dari 2 jenis yakni manual dan dry carbon?

Irfani dan Hari dari workshop CB-Tech Kudus, Jawa Tengah menjabarkan bahwa proses produksi dry carbon adalah pencetakan serta pengeringan serat carbon fiber menggunakan sistem infus dan vacuum.

Tujuannya agar komposisi antara campuran material resin dan serat carbon seimbang, serta saat proses pengeringan sisa resin yang berlebih bisa disedot melalui vacuum, sehingga dapat menghasilkan bidang yang lentur/fleksibel sekaligus ringan.

“Untuk proses produksi, kita juga berikan coating dengan bahan kualitas tinggi, ditambah anti-UV agar kualitas carbon fiber tetap terjaga,” ujar pria ramah ini.

Untuk carbon fiber dengan proses manual, Irfani menjelaskan bahwa kualitasnya berbeda karena hasilnya cenderung kaku/tidak fleksibel akibat penggunaan resin yang terlalu tebal atau bahkan rapuh, karena kekurangan resin.

“Soal takaran dan komposisi memang proses dry carbon jauh lebih presisi serta efisien, namun hati-hati karena penjual pun banyak yang mengaku menggunakan proses dry carbon, padahal dibuat secara manual,” tegas pria yang juga merupakan supplier parts Honda Civic Estilo & Genio.

Pradawansa Jusuff selaku perwakilan dari JS Garage mengatakan bahwa dry carbon yang baik melalui proses Prepreg yang di infuse bonding. Ia bilang tekniknya juga dipakai dalam membuat produk OEM, “Kalau cara yang lain, bahan fiber glass di lapis kain carbon lalu diberi resin. Jelas beda kekuatan dan bobotnya pasti lebih berat,” jelasnya.

Ferry Khoe dari Clovertech Garage Indonesia pun memberikan opininya bahwa dry carbon dengan carbon fiber manual memiliki perbandingan 1:3 dari segi kualitas.

“Dry carbon jelas lebih kuat & ringan dibanding proses dengan carbon fiber manual. Dari segi harga sendiri, memang dry carbon bisa 2x lipat lebih mahal ketika berbicara produk aftermarket dibanding dengan proses manual” jelas Ferry Khoe yang mengaplikasikan produk tersebut di hampir semua mobil air-cooled Volkswagen customer-nya dan mobilnya sendiri.

“Untuk kap mesin bolt-on yang kita pakai di Scirocco & Golf, yang dibuat dengan carbon fiber manual seharga Rp 9,5 juta dan untuk yang dry carbon seharga Rp 18,5 juta,” tutupnya.

Jadi, pilih estetika atau sekaligus kualitas? Semua kembali ke selera masing-masing.