Indonesia Siap Jadi Produsen Baterai Kendaraan Listrik Terbesar di Asia Tenggara
KabarOto.com - Bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto melakukan Groundbreaking Ekosistem Industri Baterai Listrik Terintegrasi Konsorsium PT Aneka Tambang Tbk, bersama Indonesia Battery Corporation dan perusahaan joint venture CATL, Brunp, serta Lygend (Konsorsium ANTAM-IBC-CBL).
Berlangsung di Karawang, Jawa Barat, dan di Halmahera Timur, Maluku Utara, Bahlil menegaskan bila proyek ini memiliki kapasitas produksi baterai kendaraan listrik sebesar 6,9 Giga Watt Hour (GWh) yang kemudian ditingkatkan menjadi 15 GWh. Hal ini diharapkan mampu mengokohkan posisi Indonesia sebagai produsen baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara.
Baca Juga : Pasca Perjalanan Menggunakan Mobil Listrik dan Hybrid, Ini yang Perlu Dicek
"Sebesar 15 GWh ini sama dengan kalau kita konversi ke baterai mobil, itu kurang lebih sekitar 250 ribu sampai 300 ribu mobil. Dan atas arahan Bapak Presiden kemarin, untuk kita bangun tidak hanya baterai mobil, tapi juga baterai untuk mengisi listrik dengan mempergunakan solar panel. Dan kemarin sudah kita bicarakan, sampai tadi malam, dan insya Allah mereka bersedia untuk kita kembangkan agar semua produk ada dalam negeri," ujar Bahlil di Karawang.
Proyek industri baterai listrik terintegrasi ini merupakan ekosistem baterai berbasis nikel terintegrasi pertama di dunia dan terbesar di Asia Tenggara. Ekosistem ini mulai dari pertambangan nikel di Halmahera Timur hingga produksi baterai kendaraan listrik di Karawang.
Adapun pada kawasan industri energi baru Feni Haltim (FHT) Halmahera Timur mencakup lima subproyek utama, yaitu:
- Pertambangan nikel senilai USD 500 juta atau Rp 7,6 triliun dengan kapasitas 10 juta ton per tahun
- RKEF (Rotary Klin Electric Furnace) senilai USD 1,4miliar atau Rp 22,4 triliun dengan kapasitas 88 ribu tonFeNi per tahun
- HPAL (High Pressure Acid Leach) senilai USD 1,9 miliar atau Rp 30,4 triliun dengan kapasitas 55 ribu ton MHP per tahun
- Material Baterai Katoda senilai USD 700 juta atau Rp 11,2 triliun dengan kapasitas per tahun sebesar 16 ribu ton Ni Nikel Sulfat, 30 ribu ton Ni Prekursor, dan 30 ribu ton Ni Material Aktif Katoda.
- Daur ulang baterai senilai USD 200 juta atau Rp3,2 triliun dengan kapasitas 20 ribu ton per tahun.
Baca Juga : Pengolahan Limbah Baterai Mobil Listrik, Pemerintah Harus Siapkan Fasilitas Daur Ulang
Sementara satu subproyek lainnya berlokasi di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, yakni Proyek Sel Baterai senilai USD 1,2 miliar atau Rp 19,2 triliun dengan kapasitas 15 GWh.
Secara keseluruhan, proyek ini mencakup rencana investasi hingga hampir USD 6 miliar dengan potensi penciptaan 35 ribu lapangan kerja, serta berkontribusi USD 42 miliar kepada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya.
Baca Original Artikel