Kaleidoskop 2025, Kelangkaan BBM Swasta Karena Regulasi Kuota Impor dan Pergeseran Konsumen

Dian Tami Kosasih
Dian Tami Kosasih
Kamis, 11 Desember 2025
Kaleidoskop 2025, Kelangkaan BBM Swasta Karena Regulasi Kuota Impor dan Pergeseran Konsumen

Kelangkaan BBM Swasta Karena Regulasi Kuota Impor dan Pergeseran Konsumen

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KabarOto.com - Sejak akhir Kuartal III 2025, konsumen di Indonesia dihadapkan pada fenomena antrean panjang dan kekosongan stok BBM di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik perusahaan swasta (seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo). Kelangkaan ini terjadi karena dua faktor utama, yakni lonjakan permintaan dan pembatasan kuota impor akibat perubahan regulasi pemerintah.

Memberikan kebijakan baru, Kementerian ESDM secara efektif membatasi fleksibilitas impor BBM oleh Badan Usaha (BU) swasta dengan melakukan Perubahan Masa Izin Impor dan Kewajiban Kolaborasi.

Baca Juga : Daftar Harga BBM RON 92 di SPBU Pertamina dan Swasta

Untuk ubahan Masa Izin Impor, pemerintah mempersingkat durasi izin impor BBM BU swasta, dari semula satu tahun menjadi enam bulan dengan evaluasi ketat per tiga bulan. Pihak swasta menilai perubahan periodisasi waktu ini setara dengan pemangkasan kuota impor hingga 50%, karena proses perizinan memakan waktu.

Sedangkan kewajiban kolaborasi membuat pemerintah mendorong operator SPBU swasta untuk melakukan kolaborasi business-to-business (B2B) dengan Pertamina Patra Niaga untuk memenuhi kekurangan stok. Alasan pemerintah adalah untuk menjaga kedaulatan energi, mengendalikan kualitas, dan menyeimbangkan neraca perdagangan.

Asosiasi Perusahaan Migas Swasta mengkritik kebijakan ini karena dinilai membatasi kemampuan mereka untuk mencari sumber impor termurah dengan kualitas terbaik, serta menimbulkan ketidakpastian investasi.

Meskipun kuota impor dibatasi, permintaan terhadap BBM non-subsidi di SPBU swasta justru melonjak tajam sepanjang 2025. Lonjakan ini dipicu oleh dua alasan utama:

  • Krisis Kepercayaan: Adanya sentimen negatif publik terhadap kualitas BBM di beberapa SPBU milik BUMN mendorong pergeseran konsumen (shifting) besar-besaran ke produk SPBU swasta yang dinilai lebih terjamin kualitasnya.
  • Pembatasan BBM Subsidi: Penerapan kebijakan seperti kewajiban penggunaan QR Code untuk pembelian BBM bersubsidi (Pertalite) oleh BUMN mendorong sebagian pengguna yang tidak memenuhi syarat atau tidak ingin mendaftar untuk beralih ke BBM non-subsidi di SPBU swasta.

Diperkirakan, terjadi shifting konsumsi BBM hingga 1,4 juta kiloliter dari subsidi ke non-subsidi, yang mana permintaan ini tidak terakomodasi oleh kuota impor swasta yang dibatasi.

Dampak dan Solusi Jangka Pendek

Kelangkaan ini menimbulkan dampak luas, mulai dari antrean panjang, kerugian waktu produktif masyarakat, hingga ancaman memburuknya iklim investasi. Bahkan, kelangkaan ini diperkirakan menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga : BBM Jenis Shell Super Mulai Tersedia di Area Jabodetabek

Menghadapi situasi yang mendesak, pada November 2025, Shell, BP-AKR, dan Vivo akhirnya sepakat untuk membeli base fuel (bahan baku BBM) dari Pertamina melalui skema B2B untuk mengatasi kelangkaan mendesak hingga akhir tahun.

Meskipun solusi ini bersifat sementara, pemerintah berjanji akan merilis mekanisme yang lebih baik terkait kuota impor BBM bagi SPBU swasta untuk tahun 2026, yang diharapkan dapat menyeimbangkan kebutuhan suplai swasta dengan pengendalian energi oleh negara.

Tags:

#BBM Swasta #BBM BP-AKR #Harga BBM Indonesia #BBM Non Subsidi

Bagikan

Berita Terkait

Bagikan