Kebijakan Pemerintah Paling Krusial yang Mengubah Peta Industri Otomotif RI di 2025

Dian Tami Kosasih
Dian Tami Kosasih
Sabtu, 13 Desember 2025
Kebijakan Pemerintah Paling Krusial yang Mengubah Peta Industri Otomotif RI di 2025

Kebijakan Pemerintah Paling Krusial yang Mengubah Peta Industri Otomotif RI di 2025

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KabarOto.com - Industri otomotif nasional sepanjang 2025 didominasi oleh kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat transisi kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dengan syarat lokalisasi produksi. Tiga kebijakan utama yang ditetapkan pemerintah menjadi penentu investasi, harga jual, dan daya saing di pasar domestik.

1. Insentif PPN DTP: Dorongan Kuat untuk Peningkatan TKDN

Kebijakan paling berpengaruh terhadap harga jual konsumen adalah pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Kebijakan ini secara eksplisit mengikat insentif dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Baca Juga : Kaleidoskop 2025, Kelangkaan BBM Swasta Karena Regulasi Kuota Impor dan Pergeseran Konsumen

Melalui Peraturan Menteri Keuangan, kendaraan listrik yang mencapai TKDN minimal 40% berhak mendapatkan diskon PPN sebesar 10%. Sementara itu, kendaraan dengan TKDN antara 20% hingga kurang dari 40% tetap mendapatkan insentif PPN sebesar 5%.

Aturan ini secara efektif memaksa produsen otomotif global untuk segera meningkatkan investasi pada rantai pasok lokal dan pabrik manufaktur di Indonesia. Bagi konsumen, kebijakan ini menjaga agar mobil listrik buatan lokal tetap kompetitif secara harga.

2. Berakhirnya Insentif Impor CBU EV: Batas Waktu Investasi

Kebijakan kedua yang tak kalah krusial adalah pengumuman mengenai penghentian insentif fiskal untuk impor mobil listrik Completely Built Up (CBU).

Pemerintah telah menegaskan bahwa pembebasan Bea Masuk dan PPnBM 0% yang dinikmati mobil listrik impor utuh akan dihentikan efektif mulai Januari 2026 (berakhir Desember 2025).

Dampak kebijakan ini berfungsi sebagai cambuk bagi pabrikan yang selama ini hanya mengandalkan impor untuk menjual produknya. Jika investasi pabrik perakitan lokal (CKD/SKD) tidak direalisasikan, harga mobil listrik CBU diprediksi akan melonjak signifikan akibat berlakunya tarif pajak normal, sehingga akan sangat sulit bersaing di pasar.

3. Dukungan LCEV dan Hybrid Sebagai Jembatan Transisi

Selain mobil listrik murni, pemerintah juga memberikan perhatian pada kendaraan rendah emisi lainnya melalui program Low Carbon Emission Vehicles (LCEV).

Kendaraan hybrid (LCEV) yang berperan sebagai teknologi jembatan menuju elektrifikasi penuh tetap menerima insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3%, asalkan memenuhi standar efisiensi dan emisi yang ditetapkan.

Baca Juga : Deretan Mobil Listrik Anyar 2025, Cocok untuk Pasar Indonesia

Kebijakan ini memastikan bahwa transisi elektrifikasi berjalan bertahap dan tidak menciptakan kejutan besar di pasar, serta turut membantu industri mencapai target penjualan mobil nasional pada 2025.

Secara keseluruhan, tahun 2025 merupakan periode kritis di mana kebijakan fiskal pemerintah digunakan sebagai alat leverage ganda, menarik konsumen untuk membeli EV melalui diskon harga, sekaligus memaksa produsen asing untuk membangun basis manufaktur EV di Indonesia.

Tags:

#Industri Otomotif Indonesia #Mobil Listrik Rp 200 Jutaan #Mobil Hybrid Baru

Bagikan

Berita Terkait

Bagikan