Undang-Undang Modifikasi yang Perlu Diketahui
KabarOto.com - Postingan di media sosial tentang ditangkapnya pengendara motor yang menggunakan ban kecil oleh Polisi sempat ramai dibicarakan para bikers. Komentar negatif dan positif pun muncul. Dari peristiwa itu muncul pertanyaan apakah modifikasi melanggar peraturan?
Modifikasi sebenarnya tidak dilarang oleh hukum negara kita, modifikasi telah diatur dalam PP No. 55 Tahun 2012, tentang Kendaraan. Dalam PP tersebut menjelaskan tentang Modifikasi Kendaraan Bermotor adalah perubahan terhadap spesifikasi teknis dimensi, mesin, dan atau kemampuan daya angkut Kendaraan Bermotor.
Baca Juga:
Bagi anda pengguna kendaraan yang ingin memodifikasi sebaiknya perhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia. Modifikasi harus memperhatikan efek keselamatan, kenyamanan dan fungsi dari kendaraan itu sendiri.
Berikut ini undang-undang yang mengatur tentang modifikasi roda dua maupun roda empat yang berlaku di Indonesia.
Setiap kendaraan bermotor yang dimodifikasi, yang menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut akan dilakukan penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU No. 22/2009”) juncto Pasal 123 ayat (1) huruf b juncto Pasal 131 huruf (e) PP No. 55/2012. Adapun penelitian tersebut meliputi aspek:
1. Rancangan teknis;
2. Susunan;
3. Ukuran;
4. Material;
5. Kaca, pintu, engsel, dan bumper;
6. Sistem lampu dan alat pemantul cahaya; dan
7. Tempat pemasangan tanda nomor Kendaraan Bermotor.
Khusus mengenai modifikasi sebagaimana tersebut di atas, hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari agen tunggal pemegang merek. Dan yang berhak untuk melakukan modifikasi adalah bengkel umum yang ditunjuk oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang industri. Hal ini diatur dalam Pasal 132 ayat (5) dan ayat (6) PP No. 55/2012.
Artinya, modifikasi kendaraan yang dapat dilakukan, antara lain:
- Modifikasi dimensi hanya dapat dilakukan pada perpanjangan atau pemendekan landasan (chassis) tanpa mengubah jarak sumbu dan konstruksi Kendaraan Bermotor tersebut.
- Pergantian mesin dilakukan dengan merek dan tipenya sama.
- Modifikasi daya angkut hanya dapat dilakukan pada Kendaraan Bermotor dengan menambah sumbu bagian belakang tanpa mengubah jarak sumbu aslinya. Dan sumbu yang ditambahkan harus memiliki material yang sama dengan sumbu aslinya dan harus dilakukan perhitungan sesuai dengan daya dukung jalan yang dilalui.
Selain dari pada itu, merujuk pada Pasal 50 ayat (1) UU No. 22/2009 mensyaratkan bahwa setiap kendaraan yang dilakukan modifikasi dengan mengakibatkan perubahan tipe maka diwajibkan untuk dilakukan Uji Tipe. Uji Tipe dimaksud terdiri atas:
1. pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap; dan
2. Penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.
Adapun Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang. Selain itu, dalam hal telah dilakukan uji tipe ulang kendaraan bermotor tersebut wajib untuk dilakukan registrasi dan identifikasi ulang, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 50 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 22/2009.
Persyaratan lain yang perlu diketahui adalah setiap modifikasi kendaraan bermotor tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (2) UU No. 22/2009.
Selanjutnya, dalam hal kendaraan bermotor akan melakukan modifikasi maka wajib untuk mengajukan permohonan kepada menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, sehingga apabila kemudian kendaraan dimaksud telah diregistrasi Uji Tipe maka instansi yang berwenang akan memberikan sertifikat registrasi Uji Tipe, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Adapun Sertifikat Uji Tipe diterbitkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Sedikitnya pada Sertifikat Uji Tipe nantinya memuat tentang identitas dari pemodifikasi dan hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (1) PP No. 55/2012.
Maka jelas, bahwa setiap pihak yang hendak melakukan modifikasi atas kendaraan bermotornya, diwajibkan untuk memiliki izin atas modifikasinya sebagaimana dipersyaratkan dalam UU No.22/2009 dan PP No.55/2012.
Jika modifikasi dilakukan tanpa memiliki izin, maka berdasarkan Pasal 277 UU No.22/2009 pihak yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta Rupiah).
Namun, bila hendak melakukan pembelian onderdil atau aksesoris, variasi untuk dimodifikasi tidak memerlukan izin. Akan tetapi, bila mana onderdil atau aksesori tersebut mengubah tipe, bentuk, dan hal-hal lain sebagaimana diatur dalam UU No. 22/2009 dan PP No. 55/2012 maka pihak tersebut wajib untuk melakukan registrasi ulang untuk melakukan Uji Tipe atas kendaraan bermotor yang dimodifikasinya.
Baca Original Artikel