POPULAR STORIES

Mobil Listrik Berbasis Baterai Memengaruhi Harga Baterai Nikel Dan LFP

Mobil Listrik Berbasis Baterai Memengaruhi Harga Baterai Nikel dan LFP Ilustrasi mobil listrik berbasis baterai.

KabarOto.com - Masuk dalam material kritis, Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Mohammad Toha, menyebut cadangan nikel dan cobalt tak banyak ditemukan di dunia.

“Bahkan, di Indonesia sendiri sebaran nikel 90 persen berada di Pulau Sulawesi dan Maluku Utara,” ujar Mohammad Toha dalam Webinar bertajuk LFP vs Baterai Nikel: Quo Vadis Masa Depan Nikel Indonesia.

Baca Juga : Chery Makin 'Pede' Jual Mobil Listrik Omoda E5 di Indonesia Karena Hal Ini

Walau sering mengalami perubahan harga, nikel masih tetap terjangkau secara ekonomis karena beberapa sektor industri seperti robotika, energi, bahkan energi terbarukan memerlukan bahan ini.

Fakta menarik lainnya adalah kenaikan harga nikel yang tidak wajar pada masa pandemi tiga tahun lalu, meskipun saat itu seluruh sektor ekonomi mengalami lesu akibat dampak pandemi.

“Kenaikan harga nikel itu kemudian disinyalir karena tingginya permintaan nikel untuk baterai mobil listrik. Banyak perusahaan dari luar masuk ke Indonesia dan terjun ke industri nikel karena melihat prospek yang sangat baik dan diperkirakan akan naik lagi,” katanya.

Bersamaan dengan kenaikan harga nikel, harga Lithium Ferro Phosphate (LFP) juga mengalami lonjakan. Fenomena ini dapat dihubungkan dengan popularitas mobil listrik Tesla yang menggunakan LFP karena dianggap lebih efisien dalam penyimpanan energi baterai. Dengan demikian, pemanfaatan LFP diperkirakan akan terus mengalami peningkatan.

“Ini akan berubah menjadi seperti penggunaan ponsel masa kini, di mana semua manusia telah memiliki ponsel. Nantinya kendaraan listrik juga akan begitu, bahwa mobil konvensional akan digantikan oleh mobil listrik berbasis baterai,” ujar dia.

Baca Juga : Debat Cawapres Singgung Baterai LFP, Simak Kepanjangannya dan Mobil Listrik yang Menggunakan

Dengan prospek penggunaan yang besar, M Toha berpendapat perlu adanya tata kelola nikel di Indonesia yang nantinya bisa memastikan adanya pengaturan supply and demand yang baik. Hal ini penting untuk menjaga kestabilan harga. Meskipun pada faktanya, penggunaan nikel untuk baterai saat ini masih sekitar 3 persen.

“Nikel paling banyak digunakan saat ini memang bukan untuk baterai, tetapi oleh industri lain seperti industri militer, otomotif, dan kesehatan. Hanya saja itu tadi, proyeksi penggunaan nikel untuk baterai akan terus mengalami peningkatan. Itulah sebabnya dibutuhkan lembaga yang bisa mengatur. Kalau di minyak kita mengenal OPEC, nah di nikel nantinya juga harus ada. Karena harus diingat bahwa nikel pasti dibutuhkan sampai kapanpun selama cadangannya masih ada,” tutur M Toha.