Tak Penuhi Target Penjualan, Pemerintah Bakal Evaluasi Insentif Mobil Listrik di Akhir Tahun 2025

M. Sigit Selasa, 20 Mei 2025

KabarOto.com - Pemerintah berencana mengevaluasi insentif mobil listrik berbasis baterai (BEV) pada akhir 2025. Pasalnya, penjualan mobil listrik di Indonesia masih belum memenuhi target penjualan yang diinginkan.

Terhitung hingga April 2025, penjualan BEV baru mencapai 23.000 unit, jika disetahunkan mencapai 63.000 unit. Jumlah itu masih jauh di bawah target kuantitatif produksi BEV dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2022 yang mencapai 400 ribu unit.

Target selanjutnya pada 2030 dan 2040, produksi BEV ditargetkan mencapai 600 ribu unit dan 1 juta unit.

Baca Juga: Daftar Mobil Listrik Terlaris April 2025, Dominasi Pabrikan China Semakin Nyata

Penjualan mobil di Indonesia turun dalam dua tahun terakhir

Insentif Mobil Listrik BEV

Insentif BEV skema completely built up (CBU) untuk tes pasar akan berakhir pada akhir tahun ini, sesuai Permenperin Nomor 6 Tahun 2023.

Dengan demikian, pemain BEV harus mulai memproduksi di dalam negeri pada 2026 untuk mendapatkan insentif pajak, antara lain pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 0%, dan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 10%, sehingga tarif PPN yang dibayar hanya 2%.

Sebagai informasi, BEV CBU untuk tes pasar mendapatkan insentif bea masuk (BM) 0% dari seharusnya 50%, PPnBM 0% dari seharusnya 15%. Total pajak yang dibayar ke pemerintah pusat BEV CBU hanya 12% dari seharusnya 77%.

Syaratnya, pemain BEV harus membuka bank garansi dan komitmen produksi 1:1 dengan spesifikasi minimal sama. Relaksasi ini tidak akan berlaku lagi pada 2026.

Baca Juga: Daftar Mobil Listrik Terlaris April 2025, Dominasi Pabrikan China Semakin Nyata

Rencana insentif produk LCGC

Insentif Mobil Hybrid dan LCGC

Pemerintah juga mengkaji pemberian insentif untuk produk otomotif berteknologi lain, seperti hybrid electric vehicle (HEV) hingga hidrogen. Perluasan insentif ini diperlukan untuk menggairahkan pasar mobil yang turun dalam dua tahun terakhir.

Sementara itu, ekonom mengusulkan pemerintah memperluas insentif fiskal bagi mobil berdasarkan tingkat emisi. Pada titik ini, mobil hibrida atau hybrid electric vehicle (HEV) dan LCGC layak diberikan PPN DTP dengan besaran lebih rendah dari BEV.

Sebagai contoh, HEV bisa diberikan PPN DTP 5%, sedangkan LCGC bisa 3%. Tahun ini, HEV mendapatkan PPnBM DTP 3%, demikian pula dengan LCGC.

Nilai tambah pemberian insentif ke HEV dan LCGC bakal lebih besar dibandingkan BEV. Sebab, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) HEV dan LCGC jauh di atas BEV, yakni 50% lebih, dibandingkan BEV yang paling banter hanya 40%.

Baca Juga: Punya Tenaga 577 Dk, Mobil Listrik Audi e-tron GT Quattro Siap Gempur Pasar Eropa

Penurunan Penjualan Mobil

Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan lagi insentif PPnBM-DTP mobil rakitan lokal bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE), seperti yang dilakukan pada 2021 untuk merespons pandemi Covid-19. Pada tahun itu, penjualan mobil bangkit menjadi 887 ribu unit dari tahun 2020 sebanyak 578 ribu unit.

Pasar mobil kemudian pulih menembus 1 juta unit pada tahun 2022. Pasar mobil kemudian turun pada 2024 menjadi 865 ribu unit pada 2024, seiring pelemahan daya beli masyarakat, pengetatan kredit, dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi dunia. Per April 2025, penjualan mobil turun 2,9% menjadi 256 ribu unit, dibandingkan periode sama tahun lalu 264 ribu unit.

Jika angka itu disetahunkan, penjualan mobil 2025 turun 11% menjadi 769 ribu unit. Artinya, penjualan mobil telah turun selama dua tahun beruntun dan layak disebut sedang mengalami krisis.

Bagikan

Baca Original Artikel