POPULAR STORIES

Kontroversi Penggunaan Pertalite

Kontroversi Penggunaan Pertalite Nozzle Pertalite Berwarna Putih (foto: RizkyFitrianto/MP)

Kontroversi penggunaan bahan bakar minyak jenis pertalite terus berkembang. Pertamina mengklaim banyak SPBU yang ingin menambah pertalite karena kebutuhan konsumen meningkat. Namun beberapa pernyataan pengamat otomotif menilai pertalite tidak cocok lagi digunakan di Indonesia.

Pertalite merupakan bahan bakar dengan nilai oktan RON 90, bensin dengan spesifikasi yang sia-sia karena tidak memenuhi persyaratan kuakitas untuk kendaraan bermotor di Indonesia sejak tahun 2007 semua varian sepeda motor dan mobil memiliki Compression Ratio (CR) minimal 9:1. Sebagai contoh sepeda motor Scoopy memiliki CR 9,2:1, mobil LCGC dan MPV kelas 1500cc kebawah rata-rata memiliki CR 10:1. Sementara mobil kelas menengah 11:1, mobil mewah 11/12:1.

Nilai Oktan Pertalite (foto: RizkyFitrianto/MP)

Kendaraan dengan compression Ratio 9:1 membutuhkan bensin dengan nilai oktan RON minimal 92, sementara kendaraan dengan CR 10:1 keatas membutuhkan bensin dengan RON minimal 95. Dengan demikian sepeda motor scoopy membutuhkan bensin dengan RON minimal 92, LCGC, MPV, dan mobil mewah membutuhkan bensin dengan RON minimal 95. Praktis tidak ada lagi kendaraan yang membutuhkan bensin dengan nilai oktan RON dibawah 92.

"Jika dipaksakan dengan bensin yang tidak sesuai dengan RON makan kendaraan akan menggelitik dengan konsekuensi mobil atau motor tidak bertenaga, karena bensin dengan RON lebih rendah dari engine requirementny akan terbakar oleh kompresi piston diruang pembakaran mesin dan bukan terbakar oleh percikan api busi," Achmad Saefudin, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal.

Selain itu efek lainnya adalah bensin menjadi lebih boros sekitar 20%, karena bahan bakar karena terbakar percuma tanpa menghasilkan tenaga. Menurut beberapa pengamat pemasaran pertalite akan merugikan konsumen dan secara makro juga merugikan ekonomi.

Baca juga: